JEPARA – Persoalan pemberian kompensasi jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV dari PLTU Tanjung Jati B ke ke Gardu Induk Ungaran, Semarang hingga kini belum juga kelar. Belasan warga Desa Papasan Kecamatan Bangsri dengan PT.PLN (persero) hingga kini belum juga mau menerima kompensasi itu.
Audiensi yang dilakukan oleh belasan warga Desa Papasan di ruang kerja Bupati Jepara, Selasa (27/8/2019) juga belum menghasilkan kesepakatan antara dua belah pihak. Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Jepara Dian Kristiandi pun meminta agar dilakukan pertemuan lanjutan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Dian Kristiandi menyampaikan jika pertemuan ini masih sebatas mendengar keterangan dari kedua pihak, yakni belasan warga Desa Papasan Kecamatan Bangsri dan pihak PT.PLN. “Ini tadi masih sebatas mendengarkan keterangan dari para pihak, selanjutnya akan dilakukan pertemuan lanjutan. Mudah-mudahan nanti ada solusi terbaik bagi semuanya,” kata Andi usai audiensi.
Pemkab dalam hal ini, kata Andi, akan menjadi fasilitator dan pihak penengah diantara kedua belah pihak. Akan tetapi, pada prinsipnya, Pemkab tentu akan membela warganya selama sesuai dengan aturan yang ada.
“Kita tetap akan memperhatikan aspirasi warga selama apa yang dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Hanya saja yang perlu dipahami juga yakni proyek jaringan listrik ini juga demi kepentingan negara,” ujar Andi.
Abu Pranoto, Koordinator Masyarat Desa Papasan menyampaikan sampai saat ini ada 14 warga Desanya yang belum menerima kompensasi dari PLN atas lahan dan pohon yang sudah ditebang oleh PLN. “Saat pengecekan pohon pada 2010 lalu, warga tidak diberitahu secara langsung. Namun pada 2014 muncul nominal ganti rugi yang akan diberikan. Tetapi warga tidak sepakat,” katanya.
Abu menambahkan, warga sebenarnya meminta pengecekan ulang terhadap pohon-pohon yang dilewati jaringan SUTT itu, namun pihak PLN tidak bersedia. “Kami sebenarnya meminta kepada PLN untuk mengecek ulang sebelum pembayaran ganti rugi, tapi PLN tidak mau sehingga kami menghitung sendiri besaran ganti rugi setelah pohon ditebang,” jelasnya.
Sementara itu, Kusumaning Ayu, Manager Bagian Pertanahan PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B mengungkapkan, inventarisai terhadap tanaman warga yang terdampak sudah dilakukan pada 2010 lalu. Saat itu, PLN didampingi pihak desa dalam melakukan inventarisasi. “Saat itu kita didampingi perangkat desa, harapannya bisa disampaikan ke warga,” ujar Ayu.
Di Desa Papasan, lanjut Ayu, sebenarnya ada sekitar 26 warga yang terdampak jaringan SUTT ini. Hanya saja sampai saat ini 16 yang belum sepakat dengan nilai kompensasi. “Kita sebenarnya sudah melakukan semuanya sesuai dengan tahapan yang ada. Sesuai aturan, kita bisa melakukan konsinyasi dan kompensasi sudah kami titipkan di Pengadilan Negeri Jepara sejak 2014 lalu,” jelasnya.
Ayu menambahkan, PLN dalam hal ini sudah berpedoman pada Permentamben No 975 K/47/MPE/1999. Dengan aturan itu, pihaknay tidak mungkin lagi memebrikan tambahan ganti rugi kepada warga. “semua yang kita lakukan sudah sesuai dengan aturan yang ada,” tandasnya.
Berdasarkan data dari Koordinator Masyarakat Desa Papasan, ada 14 warga yang belum menerima kompensasi dari PT.PLN. Warga tersebut diantaranya Mustari, Abu Pranoto, Nasekun, Nor Kholis, Ahmad Syaifurrozi dan Baseri. Berdasarkan perhitungan warga, kompensasi tanah dan tanaman yang harus diberikan oleh PLN bahkan ada yang mencapai lebih dari 1 milyar.